Solo Trip Ke Makom Mahmud

  Bicara tentang kota Bandung ngga bakal ada habisnya. Mulai dari ceweknya yang cantik-cantik, wisata kuliner yang menggugah selera, tempat wisata ada dimana-mana, taman yang tersebar di sudut kota dan dunia malam yang sangat menggoda. Kota Bandung menyuguhkan sesuatu yang berbeda dengan kota lain. Kemewahan yang ditawarkan kota ini sangat menggoda siapa saja yang pernah menginjakkan kaki di tanah sunda. Disisi yang lain, kota Bandung juga menyimpan sejarah perkembangan islam pada masanya. Orang sekitar sering menyebutnya "Makom Mahmud". Tidak semua orang Bandung tau tempat ini, apa lagi mengenai sejarah perkembanganya. Sungguh disayangkan, seorang ulama' yang berjasa menyerukan agama islam, tapi tak terdengar di sebagian penduduk lokal.

   Pada kesempatan ini Gue akan membahas tentang pengalaman Gue "Solo Trip ke Makom Mahmud". Gue bersyukur meskipun hanya beberapa bulan di tanah sunda, hati Gue telah digerakkan untuk sekedar bersilaturrahmi di makam salah satu wali di Jawa Barat ini. Sebenrnya ada beberapa makam wali yang tersebar di Bandung, akan tetapi karena terkenadal waktu, jarak dan biaya akhirnya Gue putuskan "Makom Mahmud" Sebagai destinasi wisata rohani Gue kali ini.



    Petualangan Gue dimulai pada Sabtu, 10 Februari 2018. Hati Gue tergerak untuk melakukan petualangan kecil ini, awalnya dikarenakan mulai bosanya kehidupan di Bandung dan rutinitas kerja praktek. Kemewahan yang di tawarkan kota Bandung nyatanya belum mampu menggoda Gue. Alasanya simpel, karena budget yang Gue miliki tak mampu mengimbangi kemewahan yang disediakan. Akhirnya rasa bosan dan stress mulai melanda pemuda penuh dosa ini. Tanpa pikir panjang, hari itu Gue berangkat dari kos pukul 16.30 menuju Masjid Raya Bandung. Perjalanan kurang lebih 5 KM Gue tempuh dengan jalan kaki. Mengapa Gue memilih jalan kaki? karena Gue gak punya duit karena Gue pengen menikmati suasana sore kota Bandung. Sekitar 40 Menit perjalanan akhirnya Gue nyampe di Masjid Raya Bandung dan kebetulan bersebalahan dengan Alun-alun Bandung.
Google Maps

    Gue juga bingung kenapa di Maps waktu tempuhnya bisa nyanpe 1 jam. Padahal Gue nggak lari waktu itu (Oke abaikan saja). Lanjut, setelah nyampe Alun-alun Gue baru nyadar kalo waktu itu adalah malam Minggu dan pastinya suasana sangat ramai. Para muda-mudi yang saling berpasang pasangan sudah memadati jalan-jalan di sekitar alun-alun dan masjid raya. Entah kenapa perasaan Gue mulai nggak enak. Kali ini pikiran kotor Gue mulai muncul di otak. Secara nggak sengaja gue menghayal semoga Gue ketemu sama cewek cantik yang lagi sendirian, terus Gue kenalan sama cewek itu. Abis itu tukeran nomor telfon dan akhirnya (Gue cuman menghayal karena yang begituan cuman ada di FTV).

Suasana Alun-alun Bandung on The Weekend

    Menikmati malam minggu di alun-alun Bandung bukanlah perkara yang mudah. Karena Gue sebagai single fighter harus rela menikmati malam dengan melihat ABG lagi pacaran, Cabe-cabean keliaran, Bencong yang bertebaran dan parahnya lagi harus menjawab pertanya seorang bapak-bapak  yang Gue juga gak tau asal usulnya. "Sendirian aja dek? Nggak sama pacarnya? " Tanya Bapak-bapak . Dengan gagah berani Gue jawab "Oh, nggak pak, itu pacar saya" sambil nunjuk Bencong lagi nongkrong. Seketika bapak itu tertawa. Karena Gue nggak kuat melihat kenyataan malam minggu ini, Gue memutuskan untuk ke Masjid dan tidur di serambi masjid Raya Bandung.

    Setelah sholat Subuh Gue melanjutkan perjalanan utama yaitu ke "Makom Mahmud". Setelah Gue keluar masjid Gue sedikit terkejut, ternyata yang tidur di area masjid bukan Gue doang. Banyak sekali orang yang tidur di sekitar masjid. Mulai dari Ibu-ibu, anak muda, Bapak-bapak sampai ada yang satu keluarga kayak lagi camping. Gue juga ngga tau, yang kayak beginian tiap hari atau cuman malam minggu doang. Lanjut perjalanan ke "Makom Mahmud" Gue harus menuju Tegallega untuk mencari angkot jurusan Mahmud. Sekali lagi karena Gue lelaki yang gagah berani (Bilang aja lo nggak punya duit buat bayar angkot bang), Jarak kurang lebih 2 KM Gue tempuh dengan jalan kaki. hebat bukan? (Ah..biasa aja). Sekitar 20 Menit perjalanan akhirnya Gue sampai di terminal tegalega, dan itu artinya sudah ada ngkot jurusan Tegallega-Mahmud. Meskipun Gue adalah lelaki kuat, untuk kali ini Gue  gak mungkin jalan kaki menuju "Makom Mahmud" karena Gue gak mau dikira gak punya duit (Gaya lo Bang).

Google Maps

    Nah lo bisa lihat sendiri di gambar lingkaran merah, mengapa Gue memilih naik angkot dari pada jalan kaki. Setelah naik angkot, Tuhan mengabulkan doa Gue untuk bisa deket sama cewek. Tapi kali in ceweknya adalah emak-emak yang mau ke pasar. Gue harus duduk berhimpitan sama tante-tante  yang mau ke pasar. Seketika rasa khawtir Gue muncul, Gue takut dilecehkan sama tante-tente ini seperti yang sering diberitakan di TV. Terus masuk berita "Seorang mahasiswa  asal Gresik (21) dilecehkan oleh Tante-tante (35) ketika naik angkot" kan ga lucu juga kalo ada berita kayak gitu. Tapi nggak, itu hanya imajinasi Gue aja. Tante-tante di Bandung baik-baik semua kok. Kembali ke topik. Perjalanan menuju "Makom mahmud" menghabiskan waktu kurang lebih 3 jam, itu karena angkot harus kejar setoran dan rute yang dilewati bukan lah rute terpendek.

    Akhirnya perjalalanan panjang di dalam angkot berakhir juga. Gue udah nyampe di area "Makom Mahmud" orang sering menyebutnya "Kampung Mahmud". Sebelum masuk Kampung Mahmud Gue istirahat sejenak di warung kopi sambil melepas penat setalah 3 jam perjalanan. Gue mengamati lingkungan sekitar Kampung Mahmud yang jauh berbeda dengan gemerlap kemewahan kota Bandung. Sungai Citarum sebagai batas desa pun memberi kesan bahwa Kampung ini memiliki ciri khas yang berbeda. Menurut info dari warga sekitar, Kampung Mahmud masih memegang tradisi adat turun temurun yang tidak memperbolehkan membangun rumah dari tembok, menabuh bedug, memelihara angsa, mengadakan pertunjukan yang menggunakan Gong. Gue akhirnya tertarik dengan cerita dari warga tersebut. Ternyata Bandung masih mempunyai daerah yang masih memegang erat tradisi dari para sesepuhnya.

ini asli foto kamera HP Gue

    Peratama kali Gue masuk kampung ini, Gue merasakan hal yang berbeda (Bukan mistis). Kampung ini bener-bener masih memegang tradisinya seperti yang telah Gue sebutin tadi. Rumah-rumah banyak terbuat dari kayu (Menyerupai panggung yang nggak terlalu tinggi). Tapi ada juga yang sudah memakai tembok. Setelah Gue bertanya ke warga sekitar, akhirnya Gue sampai ke tempat tujuan yaitu "Makom Mahmud". Sesampai di "Makom Mahmud" seperti ritual ziarah pada umumnya, Gue membaca Yasin, Tahlil, serta Doa.

Salah satu rumah kampung mahmud (seperti rumah panggung)

Sejarah Singkat Makom Mahmud atau Syeh Abdul Manaf (Kampung Mahmud)

    Syeh Abdul Manaf atau Eyang Dalem Abdul Manaf adalah putra dari Eyang Dalem Nayaderga dan merupakan keturunan ke 7 dari Syarif Hidayatullah atau yang dikenal dengan Sunan Gunungjati. Pada saat itu Eyang Dalem Abdul Manaf mendapat ilham untuk membuat sebuah kampung yang juga untuk didirikan pesantren di rawa-rawa sekitar sungai Citarum untuk penyebaran islam. Untuk menunaikan hajatnya tersebut Eyang Dalem Abdul Manaf diharuskan pergi ke Tanah Suci Mekkah untuk mengambil segenggam tanah untuk ditaburkan di sekitar rawa-rawa sungai Citarum Tersebut. Setelah ditebarkan di penjuru rawa, maka jadilah sebuah kampung yang sekarang di sebut Kampung Mahmud. Kampung tersebut menyerupai pulau katena dikelilingi oleh Sungai Citarum, dan anehnya kampung ini tidak pernah mengalami banjir.

    Dalam penyebaran islam di tanah Sunda Eyang Dalem Abdul Manaf didampingi oleh dua muridnya yaitu Eyang Agung Zainal Arif dan Eyang Abdullah Gedug. Eyang Zainal Arif merupakan Putra dari Eyang Asmadin dan keturunan ke empat dari Syeikh Abdul Muhni dari Pamijahan, Karangnunggal Tasikmalaya. Kono Eyang Zainal Arif mendapat tugas dari Eyang Abdul Manaf untuk bertapa selama 33 tahun di 33 gunung. Sedangkan Eyang Abdul Gedug langsung didik oleh Eyang Abdul Manaf.

    Ajaran tauhid dan berperilaku rendah hati yang paling dikemukakan oleh Eyang Abdul Manaf. Hal itu menunjukkan bahwa di kampung mahmud dilarang untuk membangun rumah permanen atau dari tembok, dilarang menggali sumur dan dilarang memasang kaca di rumah. Beliau membangun sebuah tugu berupa ukiran menyerupai kepala. Sekarang tugu tersebut di beri pagar karena pernah kejadian ada yang mencuri atau memindahkan. Dan anehnya sebelum si pencuri tersebut sampai di tempat, tugu tersebut sudah berada di tempat semula. Warga sekitar percaya bahwa roh dari Eyang Dalem Abdul Manaf masih ada dan masih berinteraksi dengan warga sekitar.

    Itulah sejarah singkat tentang "Makom Mahmud", Waktu itu Gue nggak sempat ketemu sama juru kuncinya, Karena beliau sudah meninggal dunia. Sebenernya ada penerusnya, akan teteapi rumahnya agak jauh, akhirnya Gue cuman tanya-tanya yang jaga kotak amal dan warga sekitar. Oleh karena itu sebagaian besar cerita sejarah diatas Gue kutip dari artikel "Tribun Jabar". Dan menurut Gue juga hampir keseluruhan udah sesuai dengan apa yang gue dapat dari warga sekitar.

     Yang ingin Gue tekankan disini adalah ketika kita berziarah coba kita tata niat kita. Niat kita adalah untuk mendoakan ulama' yang telah berjasa menyebarkan agama islam. Dan juga sebagai pengingat buat kita sendiri bahwa suatu saat kita pasti akan meninggal dunia, itu intinya. Kita boleh berharap keberkahan dari ziarah, tapi tetep niat kita minta kepada Allah SWT. Oke, mungkin itu aja pesen Gue, karena Gue juga nggak pantes ngasih ceramah kayak gitu soalnya ilmu agama gue masih dangkal. Karena Kopi Gue pagi ini udah habis, mungkin itu aja pengalaman yang dapat Gue share. Jika ada manfaatnya boleh diambil, tapi jika terdapat kekeliruan mohon tegur Gue.

     Sebelum Gue menutup tulisan yang kacau ini. Mungkin dari pembaca mau mengoreksi silahkan tulis di kolom komentar. Dan bagi yang terlanjur baca mohon coret-coret dikolom komentar wkwkkw. Sekalian Klik tulisan "Ikuti" atau "follow". Mungkin itu aja dari Gue sekali lagi gue minta maaf pada lo semua. Selamat Berjumpa lagi di tulisan Gue selanjutnya
Previous
Next Post »